ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي
وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada insan (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman : 14)
Ibu, dialah sumber kasih sayang; mengasuh dan memberi tanpa batas. Dialah prajurit malam yang selalu berjaga dan terjaga. Menemani ketidakberdayaan kita. Dia yang selalu mendahulukan anaknya dari dirinya sendiri, menyayangi tanpa menuntut balas.
Ibu, sebuah kata yang jujur nan kuat, diucapkan semua makhluk hidup dalam bahasanya masing-masing. Dengan kata ‘ibu’ pada makhluk itu mendapat kasih sayang, ketulusan hati, kehangatan, pengorbanan, cinta yang agung, yang dicipta dan ditumbuhkan Yang Mahakuasa dalam diri semua ibu terhadap anak-anaknya. Karena itu, Yang Mahakuasa SWT berwasiat kepada insan untuk taat kepadanya, ibarat juga Rasul-Nya telah berpesan semoga kita senantiasa berbakti kepadanya.
Ada dua kata yang selalu digunakan Al Qur’an untuk menyebutkan ibu: “Umm” dan “Walidah”. Kata “umm”, digunakan Al Qur’an untuk menyebutkan sumber yang baik dan suci untuk hal yang besar dan penting. Maka Makkah Al Mukarramah disebut “Ummul Qura” alasannya kota ini yakni kawasan turunnya risalah yang diberikan Yang Mahakuasa azza wa Jalla kepada Islam, yang merupakan inti fatwa para rasul dan semua risalah. Yang Mahakuasa berfirman,
وَهَٰذَا كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُّصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنذِرَ أُمَّ الْقُرَىٰ وَمَنْ حَوْلَهَا ۚ وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ يُؤْمِنُونَ بِهِ ۖ وَهُمْ عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ
“Dan ini (Al Quran) yakni kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan semoga kau memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan alam abadi tentu beriman kepadanya (Al Quran) dan mereka selalu memelihara sembahyangnya.” (QS. Al An’am : 92)
Imam As Suddi mengatakan, disebut Ummul Qura’, kerena Makkah rumah yang pertama kali dibangun di kawasan itu. Allah juga menyebutkan kata “umm” untuk sesuatu yang menghimpun ilmu-Nya, yaitu pada lafaz “Ummul Kitab”. Yang Mahakuasa berfirman,
يَمْحُو اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ ۖ وَعِندَهُ أُمُّ الْكِتَابِ
“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan memutuskan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS. Ar Raad : 39)
Pada kerangka inilah, Al Qur’an kemudian membedakan antara kata “umm” dan “walidah”, di mana Yang Mahakuasa menyebut “walidah” kepada wanita yang melahirkan anak, tanpa melihat abjad dan sifatnya yang baik atau yang buruk. Karena ternyata ada juga segelintir ibu yang tak punya hati terhadap anaknya. Kata “walidah” digunakan hanya alasannya adanya proses melahirkan, baik bagi insan maupun makhluk lain, dengan keadaan-keadaan yang menyertainya; hamil dan menyusui, ibarat firman Allah,
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّا آتَيْتُم بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan berdasarkan kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan alasannya anaknya dan seorang ayah alasannya anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan kalau kau ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kau memperlihatkan pembayaran berdasarkan yang patut. Bertakwalah kau kepada Yang Mahakuasa dan ketahuilah bahwa Yang Mahakuasa Maha Melihat apa yang kau kerjakan.” (QS. Al Baqarah : 233)
Ibu yang dibahasakan “walidah” inilah kawasan menumpahkan segala bakti, pemuliaan, tanpa membedakan apakah ia baik atau tidak. Yang Mahakuasa berfirman,
Ibu yang dibahasakan “walidah” inilah kawasan menumpahkan segala bakti, pemuliaan, tanpa membedakan apakah ia baik atau tidak. Yang Mahakuasa berfirman,
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kau jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kau berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya hingga berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kau menyampaikan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kau membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al Isra : 23)
Bahkan meskipun si ibu yakni seorang pelaku maksiat dan kafir.
Adapun “umm”, ibarat telah disebutkan di atas, Al Qur’an menggunakannya untuk menyebutkan sesuatu yang menjadi sumber kemuliaan, merupakan simbol pengorbanan, penebusan, kesucian, kejernihan, cinta dan kasih sayang. Sumber yang menyebabkan seseorang tumbuh menjadi insan yang terhormat, menemukan kemuliaan dan besar hati menisbahkan dirinya kepada ibu yang melahirkannya. Mari kita perhatikan perbedaan itu dikala Isa alaihissalaam bicara soal kewajiban berbakti dan menghormati ibu, dimana Yang Mahakuasa SWT berfirman,
وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا
“dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menyebabkan saya seorang yang sombong lagi celaka.” (QS. Maryam : 32)
Namun dikala Al Qur’an mengisahkan wacana Isa as dan wacana abjad dan sifat ibunya yang mulia, Ia memakai kata “umm”. Yang Mahakuasa berfirman,
مَّا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ ۖ كَانَا يَأْكُلَانِ الطَّعَامَ ۗ انظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ الْآيَاتِ ثُمَّ انظُرْ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
“Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sebetulnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) gejala kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu).” (QS. Al Maidah : 75)
Pun dikala Al Qur’an hendak menarik perhatian belum dewasa semoga memperhatikan ibu yang telah melahirkannya dengan segala hambatan dan kesulitan, Al Qur’an memakai kata “umm”. Karena dari ibu, memancarkan cahaya kesabaran dan kemuliaan pada hari kiamat, sehingga kita diperintahkan untuk memuliakannya di dunia dengan pemuliaan yang mutlak dan tanpa batas.
Di sini kita sanggup melihat betapa indahnya bahasa Al Qur’an. Ketika ia berpesan kepada kita untuk berbakti kepada orang tua, Al Qur’an memakai kata “al walidain”, tapi sehabis itu ia menyebut ibu dengan kata “umm” alasannya keutamaannya lebih di atas ayah. Yang Mahakuasa berfirman,
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada insan (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman : 14)
Imam Asy Syarbini, ibarat juga dikatakan Syaikh Muhammad bin Amin, “Ibu disebutkan secara khusus alasannya menanggung beban berat dan banyak dari rasa sakit dan kesulitan dalam melahirkan, menyusui, dan mengasuh.” Ar Razi mengatakan, “Karena itu hak ibu lebih agung.”
Begitulah Al Qur’an bicara soal keutamaan ibu. Demikian pula, dikala Al Qur’an hendak memberitakan kepada kita dalamnya cinta ibu kepada anak-anaknya, dan besarnya kasih sayang dan kelembutannya kepada mereka, kembali Al Qur;an menyebutnya dengan kata “umm”. Yang Mahakuasa berfirman,
وَأَصْبَحَ فُؤَادُ أُمِّ مُوسَىٰ فَارِغًا ۖ إِن كَادَتْ لَتُبْدِي بِهِ لَوْلَا أَن رَّبَطْنَا عَلَىٰ قَلْبِهَا لِتَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
‘Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan belakang layar wacana Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada komitmen Allah).“ (QS. Al Qashahs : 10)
Dan dikala Al Qur’an menceritakan betapa bahagianya ibunda Musa sehabis bertemu kembali anaknya, Al Qur’an juga memakai kata “umm”. Yang Mahakuasa berfirman,
إِذْ تَمْشِي أُخْتُكَ فَتَقُولُ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ مَن يَكْفُلُهُ ۖ فَرَجَعْنَاكَ إِلَىٰ أُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلَا تَحْزَنَ ۚ وَقَتَلْتَ نَفْسًا فَنَجَّيْنَاكَ مِنَ الْغَمِّ وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا ۚ فَلَبِثْتَ سِنِينَ فِي أَهْلِ مَدْيَنَ ثُمَّ جِئْتَ عَلَىٰ قَدَرٍ يَا مُوسَىٰ
“(yaitu) dikala saudaramu yang wanita berjalan, kemudian ia berkata kepada (keluarga Fir’aun): “Bolehkah saya memperlihatkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?” Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, semoga senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kau pernah membunuh seorang manusia, kemudian Kami selamatkan kau dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan; maka kau tinggal beberapa tahun diantara penduduk Madyan, kemudian kau tiba berdasarkan waktu yang ditetapkan hai Musa,” (QS. Thaha : 40)
Ketika memperlihatkan kesucian dan kemuliaan para istri Rasulullah SAW, Al Qur’an pun menyebut mereka dengan “al Ummahat”, bukan “al walidat”. Yang Mahakuasa berfirman,
النَّبِيُّ أَوْلَىٰ بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنفُسِهِمْ ۖ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ ۗ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ إِلَّا أَن تَفْعَلُوا إِلَىٰ أَوْلِيَائِكُم مَّعْرُوفًا ۚ كَانَ ذَٰلِكَ فِي الْكِتَابِ مَسْطُورًا
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya yakni ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang memiliki hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Yang Mahakuasa daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah).” (QS. Al Ahzab : 6)
Al Qur’an yang lafaz-lafaznya kaya makna, begitu dalam menjelaskan kepada kita wacana ibu. Maka selamilah itu, semoga kita sanggup lebih memahami ibu, keajaiban yang Yang Mahakuasa karuniakan kepada kita.
Sumber : Majalah Tarbawi, Sulthan Hadi
Sumber http://tipsparenting2016.blogspot.com/
0 Response to "Kemuliaan Ibu Dalam Kosa Kata Alqur'an"
Posting Komentar