Adab, Berkorban, Mengutamakan, Berbakti Kepada Ibu Bapak

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Adab, Berkorban, Mengutamakan, Berbakti kepada Ibu Bapak - Wajar Rasulullah mengatakan Ridha Yang Mahakuasa terletak Pada Ridha Orangtua, seandainya kita disuruh menuliskan jasa orang renta kita, tentu kita tidak akan sanggup untuk menuliskannya, apalagi membalaskannya jasa-jasa mereka. Bahakan Rasulullah juga pernah berkata kepada sobat yang menggendong ibunya mengelilingi ka'bah ketika tawwaf, apakah ini sudah menggantikan jasa-jasa ibuku wahai rasulullah? Bahkan itu tidak menggantikan satu helaan nafas ketika melahirkanmu.

Ridha Yang Mahakuasa terletak Pada Ridha Orangtua Adab, Berkorban, Mengutamakan, Berbakti kepada Ibu Bapak[1]
“Dan Kami perintahkan kepada insan (untuk berbuat baik) kepada kedua orang tuanya, (terutama kepada ibunya), lantaran ibunyalah yang mengandungnya dengan aneka macam susah payah, dan menyapihnya dalam (umur) dua tahun. Oleh lantaran itu hendaklah kau bersyukur kepada Ku (hai manusia) dan juga kepada Kedua orang tuamu.” ( QS. Luqman 14 )
Kalau dalam islam menaruh perhatian perihal duduk perkara hak  – hak anak yang harus ditunaikan oleh orang tua, contohnya pendidikan, pengajaran, nafkah dan sebagainya, maka dari segi lain Islam juga menaruh perhatian tentang  anak – anak harus pula menunaikan kewajiban atas orang tuanya, sebagai penghargaan atas pengorbanan mereka. Sekaligus sebagai pengarahan kaum muslimin untuk sanggup mensyukuri nikmat Yang Mahakuasa yang diberikan kepada mereka.
Seperti dalam hadits dari Abu Abdulrahman, diceritakan bahwa Abdul Mas’ud pernah bertanya kepada Rasulullah SAW. perihal pahala yang banyak mendatangkan pahala dari Yang Mahakuasa SWT. Maka dia menjawab, bahwa perbuatan yang sangat banyak mendatangkan pahala ialah shalat sempurna pada waktunya, lantaran dengan shalat sempurna pada waktunya itu berarti suatu ketaatan yang continue (ajeg) dan merupakan muraqobah yang optimal (merasa selalu diperhatikan Allah). Selanjutnya yaitu berbuat baik kepada kedua orang renta (birrul walidain) sebagai hak mahluk setelah menunaikan hak Allah.[2]
Dari  Abu Abdulrahman, Abdullah bin Mas’ud, ia menceritakan: Aku pernah bertanya pada Rasulullah, perihal prbuatan apakah yang paling dicintai Allah? Jawab dia : “yaitu shalat pada waktunya”. Aku bertanya lagi: Kemudian apa lagi? Jawab beliau: “berbuat baik kepada orang tua”. Aku bertanya lagi: Kemudian apa lagi? Beliau menjawab: “Jihat fisabilillah”. ( HR. Bukhori dan Muslim – Riyadhush Shalihin 3/315

Berkorban untuk orang tua

َوَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-, عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ, وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ ) أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ
“Dari Abdullah Ibnu Amar al-’Ash Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Keridloan Yang Mahakuasa tergantung kepada keridloan orang renta dan kemurkaan Yang Mahakuasa tergantung kepada kemurkaan orang tua.” Riwayat Tirmidzi. Hadits shahih berdasarkan Ibnu Hibban dan Hakim.”
Berbuat baik kepada kedua orang renta dan selalu mencari keridhoanya dengan menunjukkan penghargaan dan penghormatan dalam batas – batas yang halal, belumlah seberapa jika dibandingkan dengan pengorbannan orang renta orang renta kepada anak dalam menunjukkan asuhan dan pendidikan. Baru seimbang seandainya orang tuanya itu tertawan menjadi budak oleh musuh, kemudian ditebusnya kemudian dibebaskanya menyerupai yang tertera dalam hadits berikut ini :
“Abu Hurairoh menuturkan, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Belumlah dinamakan seorang anak membalas orang tua, sebelum dia mendapat orang tuanya itu tertawan menjadi budak, kemudian ia tebusnya kemudian memerdekakanya”. ( HR. Muslim – Riyadhush Shalihin 4/316 )
Berdasarkan hadits tersebut, maka seorang anak dituntut untuk menunjukkan pengorbannan yang sebesar-besarnya demi kepentingan orang tua. Dan itulah yang dinamakan “birrul walidain” yang sejati.[3]

Mengutamakan ibu

“Abu Hurairoh juga meriwayatkan, bahwa ada seorang lelaki menghadap Rasulullah SAW. Untuk menayakan siapakah orang yang lebih patut dilakukan persahabatan dengan baik? Maka jawab Rasulullah SAW. Ibumu. Kemudian ia pun bertanya lagi : kemudian siapa lagi? Jawab dia tetap : Ibumu. Lalu ia bertanya lagi: Lalu siapa lagi: Maka kali ini jawab beliau: Ayahmu” ( HR. Bukhari dan Muslim – Riyadhush Shalihin 9/319 )
Dalam satu riwayat ( bahwa lelaki tersebut bertanya ): Ya Rasulullah, siapakah orang yang lebih patut dilakukan persahabatan dengan baik? Beliau menjawab: Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, dan kemudian bapakmu, dan selanjutnya orang – orang yang paling bersahabat denganmu, dan yang paling bersahabat denganmu.
Dari hadits ini sanggup kita ambil bebeapa pelajaran yaitu :
  1. Ibu dalam kekerabatan dengan anak — yaitu lebih diutamakan dari pada ayah.
  2. Balasan amal (jaza’) sesuai dengan tingkat amalnya.
  3. Tertib hak – densarzgan kekerabatan sesama insan yaitu berdasar dekatnya hubungan.
Rasulullah lebih menekakan dan mengutamakan ibu ketimbang ayah dalam kaitanya dengan duduk perkara perlakuan, lantaran suatu fakta ibulah yang mengandungnya dan yang mengasuhnya. Berarti dialah yang banyak mencicipi kepayahan disamping itu, ibu sangatlah diharapkan oleh anak – anaknya.
َوَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مِنْ اَلْكَبَائِرِ شَتْمُ اَلرَّجُلِ وَالِدَيْهِ قِيلَ: وَهَلْ يَسُبُّ اَلرَّجُلُ وَالِدَيْهِ؟ قَالَ: نَعَمْ يَسُبُّ أَبَا اَلرَّجُلِ, فَيَسُبُّ أَبَاهُ, وَيَسُبُّ أُمَّهُ, فَيَسُبُّ أُمَّهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“Dari Abdullah Ibnu Amar Ibnu al-’Ash Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Termasuk dosa besar ialah seseorang memaki orang tuanya.” Ada seseorang bertanya: Adakah seseorang akan memaki orang tuanya. Beliau bersabda: “Ya, ia memaki ayah orang lain, kemudian orang lain itu memaki ayahnya dan ia memaki ibu orang lain, kemudian orang itu memaki ibunya.” Muttafaq Alaihi”

Sopan Santun Anak kepada Orang Tua

Dan dari Abu Hurairoh, dari Nabi SAW. Beliau bersabda: “ Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapat kedua orangtunya berusia lanjut, salah satunya atau kedua – duanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk surga” ( HR. Muslim – Syarah Riyadhush Shalihin juz 2 halaman 10/320 )
Dalam hadits ini oleh Rasulullah SAW. diterangkan bahwa keberadaan orang renta yang telah berusia lanjut itu justru kesempatan paling baik untuk mendapat pahala dari Yang Mahakuasa dan jembatan emas menuju surga. Karena itu justru rugi besar, orang yang menyia – nyiakan kesempatan yang paling baik ini, sehingga dia mengabaikan hak – hak orang tuanya itu. Hadits ini merupakan penegasan dari ayat yang memerintahkan anak berbakti pada kedua orang renta dan dihentikan berkata bernafsu serta kata – kata yang menjengkelkan hati semacam “ah” di saat-saat orang renta berusia lanjut. ( QS. Al-isra’ 23 )
Kemudian dalam suatu riwayat oleh Imam Bukhori dan Muslim Rasulullah menandakan bahwa hak kedua orang renta itu harus lebih didahulukan dari pada hijrah dan perang, dengan catatan apabila anak tersebut yaitu satu – satunya yang mengurus kedua orang tuanya.  Waktu itu pmerintah boleh membebaskan kewajiban perang terhadap satu – satunya anak yang orang tuanya tidak lagi bisa berusaha sendiri.
Dalam kitab bidayatul hidayah ( tuntunan mencapai hidayah Yang Mahakuasa ) karangan Imam Abu Hamid Al-Ghozali dijelaskan biar kita memperhatikan sopan santun bergaul dengan kedua orang tua, diantaranya ialah :
  1. Mendengar ucapan mereka
  2. Berdiri ketika mereka berdiri, untuk menghormatinya
  3. Menaati semua perintah mereka
  4. Tidak berjalan didepan mereka
  5. Tidak bersuara lantang kepadanya, atau membentak meskipun dengan kata – kata “hus”
  6. Memenuhi panggilanya
  7. Bersuara menyenangkan hati mereka
  8. Bersikap ramah ( tawadlu’) terhadap mereka
  9. Tidak boleh mengungkit kebaikannya yang telah diberikan kepada mereka
10.  Tidak boleh melirik kepada mereka atau menyinggung perasaanya
11.  Tidak boleh bermuka masam dihadapan mereka
12.  Tidak melaksanakan bepergian kecuali dengan izin mereka

Berbakti pada orang renta yang sudah meninggal

Tak penah bisa kita bayangkan betapa sedihnya dikala mendapati ibu atau ayah kita sudah terbaring kaku di depan mata. Padahal kita sering sekali berbuat salah dan durhaka pada ibu, sering berkata bernafsu pada bapak dikala meminta uang. Perasaan menyesal lantaran belum sempat meminta maaf apalagi berbakti niscaya menambah kesedihan . kemudian apa yang bisa anak lakukan untuk berbakti pada orang tuanya yang sudah meningggal.
Abi Usaid, Malik bin Rabi’ah as-Sa’idi r.a;. menyampaikan ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW. Tiba – tiba ada seorang lelaki dari bani Salamah menghadap Rasulullah seraya berucap : Ya Rasulullah apakah masih ada kebaikan yang harus saya tunaikan terhadap kedua orang renta ku sepeninggal mereka? Jawab Rasulullah SAW. : Ya, masih ada, yaitu engkau mendoakanya, meminta ampun kepada Yang Mahakuasa untuk mereka, melaksanakan akad mereka setelah mereka itu meninggal dunia, menyambung kekeluargaan dimana kekeluargaan itu tidak akan bisa bersambung melainkan dengan alasannya orang renta tersebut dan menghormati mitra – mitra kedua orang tua. ( HR. Abu Daud )
Dari hadist diatas sanggup kita ambil pelajaran bahwa setelah orang renta kita meninggal ternyata masih ada yang sanggup dilakukan anak untuk berbakti kepada orang tua. Diantaranya :
[1] mendo’akannya
[2] menshalatkan ketika orang renta meninggal
[3] selalu memintakan ampun untuk keduanya.
[4] membayarkan hutang-hutangnya
[5] melaksanakan wasiat yang sesuai dengan syari’at.
[6] menyambung tali silaturrahmi kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya
Salah satu cara kita sebagai anak dalam mempraktikan aliran – aliran yang ternukil di Al- Alquran dan hadits Nabi yaitu dengan cara berbakti kebada orang tua. Karena untuk mendapat ridho Yang Mahakuasa kita harus bisa mendapat ridho dari kedua orang tua. Orang renta sudah berkorban banyak untuk membesarkan anaknya . ini harus di balas oleh anaknya dengan cara berbakti kepada orang tua, baik mereka yang masih hidup atupun mereka sudah meninggal dunia. Bahkan tanggung jawab anak sebagai jago waris justru lebih bertambah setelah orang tuanya meninggal.
Referensi :
- Sayid Abdullah bin Alwi, bin Muhammad Al-hadad, ,Risalatul Mu.awanah, terjemah
- Majid Hasyim Husaini A.,”Syarah : Riyadhush Shalihin Jilid 2”,1993,PT Bina Ilmu,  Surabaya.
- kitab Bulughul Marom

[1] Sayid Abdullah bin Alwi, bin Muhammad Al-hadad, ,Risalatul Mu.awanah, terjemah, hal 141
[2] Majid Hasyim Husaini A.,”Syarah : Riyadhush Shalihin Jilid 2”,1993,PT Bina Ilmu, Surabaya. Hal. 3
[3] Majid Hasyim Husaini A.,”Syarah : Riyadhush Shalihin Jilid 2”,1993,PT Bina Ilmu, Surabaya. Hal. 4

Sumber
“Dan Kami perintahkan kepada insan (untuk berbuat baik) kepada kedua orang tuanya, (terutama kepada ibunya), lantaran ibunyalah yang mengandungnya dengan aneka macam susah payah, dan menyapihnya dalam (umur) dua tahun. Oleh lantaran itu hendaklah kau bersyukur kepada Ku (hai manusia) dan juga kepada Kedua orang tuamu.” ( QS. Luqman 14 )
Kalau dalam islam menaruh perhatian perihal duduk perkara hak  – hak anak yang harus ditunaikan oleh orang tua, contohnya pendidikan, pengajaran, nafkah dan sebagainya, maka dari segi lain Islam juga menaruh perhatian tentang  anak – anak harus pula menunaikan kewajiban atas orang tuanya, sebagai penghargaan atas pengorbanan mereka. Sekaligus sebagai pengarahan kaum muslimin untuk sanggup mensyukuri nikmat Yang Mahakuasa yang diberikan kepada mereka.
Seperti dalam hadits dari Abu Abdulrahman, diceritakan bahwa Abdul Mas’ud pernah bertanya kepada Rasulullah SAW. perihal pahala yang banyak mendatangkan pahala dari Yang Mahakuasa SWT. Maka dia menjawab, bahwa perbuatan yang sangat banyak mendatangkan pahala ialah shalat sempurna pada waktunya, lantaran dengan shalat sempurna pada waktunya itu berarti suatu ketaatan yang continue (ajeg) dan merupakan muraqobah yang optimal (merasa selalu diperhatikan Allah). Selanjutnya yaitu berbuat baik kepada kedua orang renta (birrul walidain) sebagai hak mahluk setelah menunaikan hak Allah.[2]
Dari  Abu Abdulrahman, Abdullah bin Mas’ud, ia menceritakan: Aku pernah bertanya pada Rasulullah, perihal prbuatan apakah yang paling dicintai Allah? Jawab dia : “yaitu shalat pada waktunya”. Aku bertanya lagi: Kemudian apa lagi? Jawab beliau: “berbuat baik kepada orang tua”. Aku bertanya lagi: Kemudian apa lagi? Beliau menjawab: “Jihat fisabilillah”. ( HR. Bukhori dan Muslim – Riyadhush Shalihin 3/315

Berkorban untuk orang tua

َوَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-, عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ, وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ ) أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ
“Dari Abdullah Ibnu Amar al-’Ash Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Keridloan Yang Mahakuasa tergantung kepada keridloan orang renta dan kemurkaan Yang Mahakuasa tergantung kepada kemurkaan orang tua.” Riwayat Tirmidzi. Hadits shahih berdasarkan Ibnu Hibban dan Hakim.”
Berbuat baik kepada kedua orang renta dan selalu mencari keridhoanya dengan menunjukkan penghargaan dan penghormatan dalam batas – batas yang halal, belumlah seberapa jika dibandingkan dengan pengorbannan orang renta orang renta kepada anak dalam menunjukkan asuhan dan pendidikan. Baru seimbang seandainya orang tuanya itu tertawan menjadi budak oleh musuh, kemudian ditebusnya kemudian dibebaskanya menyerupai yang tertera dalam hadits berikut ini :
“Abu Hurairoh menuturkan, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Belumlah dinamakan seorang anak membalas orang tua, sebelum dia mendapat orang tuanya itu tertawan menjadi budak, kemudian ia tebusnya kemudian memerdekakanya”. ( HR. Muslim – Riyadhush Shalihin 4/316 )
Berdasarkan hadits tersebut, maka seorang anak dituntut untuk menunjukkan pengorbannan yang sebesar-besarnya demi kepentingan orang tua. Dan itulah yang dinamakan “birrul walidain” yang sejati.[3]

Mengutamakan ibu

“Abu Hurairoh juga meriwayatkan, bahwa ada seorang lelaki menghadap Rasulullah SAW. Untuk menayakan siapakah orang yang lebih patut dilakukan persahabatan dengan baik? Maka jawab Rasulullah SAW. Ibumu. Kemudian ia pun bertanya lagi : kemudian siapa lagi? Jawab dia tetap : Ibumu. Lalu ia bertanya lagi: Lalu siapa lagi: Maka kali ini jawab beliau: Ayahmu” ( HR. Bukhari dan Muslim – Riyadhush Shalihin 9/319 )
Dalam satu riwayat ( bahwa lelaki tersebut bertanya ): Ya Rasulullah, siapakah orang yang lebih patut dilakukan persahabatan dengan baik? Beliau menjawab: Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, dan kemudian bapakmu, dan selanjutnya orang – orang yang paling bersahabat denganmu, dan yang paling bersahabat denganmu.
Dari hadits ini sanggup kita ambil bebeapa pelajaran yaitu :
  1. Ibu dalam kekerabatan dengan anak — yaitu lebih diutamakan dari pada ayah.
  2. Balasan amal (jaza’) sesuai dengan tingkat amalnya.
  3. Tertib hak – densarzgan kekerabatan sesama insan yaitu berdasar dekatnya hubungan.
Rasulullah lebih menekakan dan mengutamakan ibu ketimbang ayah dalam kaitanya dengan duduk perkara perlakuan, lantaran suatu fakta ibulah yang mengandungnya dan yang mengasuhnya. Berarti dialah yang banyak mencicipi kepayahan disamping itu, ibu sangatlah diharapkan oleh anak – anaknya.
َوَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مِنْ اَلْكَبَائِرِ شَتْمُ اَلرَّجُلِ وَالِدَيْهِ قِيلَ: وَهَلْ يَسُبُّ اَلرَّجُلُ وَالِدَيْهِ؟ قَالَ: نَعَمْ يَسُبُّ أَبَا اَلرَّجُلِ, فَيَسُبُّ أَبَاهُ, وَيَسُبُّ أُمَّهُ, فَيَسُبُّ أُمَّهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“Dari Abdullah Ibnu Amar Ibnu al-’Ash Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Termasuk dosa besar ialah seseorang memaki orang tuanya.” Ada seseorang bertanya: Adakah seseorang akan memaki orang tuanya. Beliau bersabda: “Ya, ia memaki ayah orang lain, kemudian orang lain itu memaki ayahnya dan ia memaki ibu orang lain, kemudian orang itu memaki ibunya.” Muttafaq Alaihi”

Sopan Santun Anak kepada Orang Tua

Dan dari Abu Hurairoh, dari Nabi SAW. Beliau bersabda: “ Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapat kedua orangtunya berusia lanjut, salah satunya atau kedua – duanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk surga” ( HR. Muslim – Syarah Riyadhush Shalihin juz 2 halaman 10/320 )
Dalam hadits ini oleh Rasulullah SAW. diterangkan bahwa keberadaan orang renta yang telah berusia lanjut itu justru kesempatan paling baik untuk mendapat pahala dari Yang Mahakuasa dan jembatan emas menuju surga. Karena itu justru rugi besar, orang yang menyia – nyiakan kesempatan yang paling baik ini, sehingga dia mengabaikan hak – hak orang tuanya itu. Hadits ini merupakan penegasan dari ayat yang memerintahkan anak berbakti pada kedua orang renta dan dihentikan berkata bernafsu serta kata – kata yang menjengkelkan hati semacam “ah” di saat-saat orang renta berusia lanjut. ( QS. Al-isra’ 23 )
Kemudian dalam suatu riwayat oleh Imam Bukhori dan Muslim Rasulullah menandakan bahwa hak kedua orang renta itu harus lebih didahulukan dari pada hijrah dan perang, dengan catatan apabila anak tersebut yaitu satu – satunya yang mengurus kedua orang tuanya.  Waktu itu pmerintah boleh membebaskan kewajiban perang terhadap satu – satunya anak yang orang tuanya tidak lagi bisa berusaha sendiri.
Dalam kitab bidayatul hidayah ( tuntunan mencapai hidayah Yang Mahakuasa ) karangan Imam Abu Hamid Al-Ghozali dijelaskan biar kita memperhatikan sopan santun bergaul dengan kedua orang tua, diantaranya ialah :
  1. Mendengar ucapan mereka
  2. Berdiri ketika mereka berdiri, untuk menghormatinya
  3. Menaati semua perintah mereka
  4. Tidak berjalan didepan mereka
  5. Tidak bersuara lantang kepadanya, atau membentak meskipun dengan kata – kata “hus”
  6. Memenuhi panggilanya
  7. Bersuara menyenangkan hati mereka
  8. Bersikap ramah ( tawadlu’) terhadap mereka
  9. Tidak boleh mengungkit kebaikannya yang telah diberikan kepada mereka
10.  Tidak boleh melirik kepada mereka atau menyinggung perasaanya
11.  Tidak boleh bermuka masam dihadapan mereka
12.  Tidak melaksanakan bepergian kecuali dengan izin mereka

Berbakti pada orang renta yang sudah meninggal

Tak penah bisa kita bayangkan betapa sedihnya dikala mendapati ibu atau ayah kita sudah terbaring kaku di depan mata. Padahal kita sering sekali berbuat salah dan durhaka pada ibu, sering berkata bernafsu pada bapak dikala meminta uang. Perasaan menyesal lantaran belum sempat meminta maaf apalagi berbakti niscaya menambah kesedihan . kemudian apa yang bisa anak lakukan untuk berbakti pada orang tuanya yang sudah meningggal.
Abi Usaid, Malik bin Rabi’ah as-Sa’idi r.a;. menyampaikan ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW. Tiba – tiba ada seorang lelaki dari bani Salamah menghadap Rasulullah seraya berucap : Ya Rasulullah apakah masih ada kebaikan yang harus saya tunaikan terhadap kedua orang renta ku sepeninggal mereka? Jawab Rasulullah SAW. : Ya, masih ada, yaitu engkau mendoakanya, meminta ampun kepada Yang Mahakuasa untuk mereka, melaksanakan akad mereka setelah mereka itu meninggal dunia, menyambung kekeluargaan dimana kekeluargaan itu tidak akan bisa bersambung melainkan dengan alasannya orang renta tersebut dan menghormati mitra – mitra kedua orang tua. ( HR. Abu Daud )
Dari hadist diatas sanggup kita ambil pelajaran bahwa setelah orang renta kita meninggal ternyata masih ada yang sanggup dilakukan anak untuk berbakti kepada orang tua. Diantaranya :
[1] mendo’akannya
[2] menshalatkan ketika orang renta meninggal
[3] selalu memintakan ampun untuk keduanya.
[4] membayarkan hutang-hutangnya
[5] melaksanakan wasiat yang sesuai dengan syari’at.
[6] menyambung tali silaturrahmi kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya
Salah satu cara kita sebagai anak dalam mempraktikan aliran – aliran yang ternukil di Al- Alquran dan hadits Nabi yaitu dengan cara berbakti kebada orang tua. Karena untuk mendapat ridho Yang Mahakuasa kita harus bisa mendapat ridho dari kedua orang tua. Orang renta sudah berkorban banyak untuk membesarkan anaknya . ini harus di balas oleh anaknya dengan cara berbakti kepada orang tua, baik mereka yang masih hidup atupun mereka sudah meninggal dunia. Bahkan tanggung jawab anak sebagai jago waris justru lebih bertambah setelah orang tuanya meninggal.
Referensi :
- Sayid Abdullah bin Alwi, bin Muhammad Al-hadad, ,Risalatul Mu.awanah, terjemah
- Majid Hasyim Husaini A.,”Syarah : Riyadhush Shalihin Jilid 2”,1993,PT Bina Ilmu,  Surabaya.
- kitab Bulughul Marom

[1] Sayid Abdullah bin Alwi, bin Muhammad Al-hadad, ,Risalatul Mu.awanah, terjemah, hal 141
[2] Majid Hasyim Husaini A.,”Syarah : Riyadhush Shalihin Jilid 2”,1993,PT Bina Ilmu, Surabaya. Hal. 3
[3] Majid Hasyim Husaini A.,”Syarah : Riyadhush Shalihin Jilid 2”,1993,PT Bina Ilmu, Surabaya. Hal. 4

Sumber
2. 0) {obj0.innerHTML=s.substr(0,r);obj1.innerHTML=s.substr(r+1);} ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90

0 Response to "Adab, Berkorban, Mengutamakan, Berbakti Kepada Ibu Bapak"

Posting Komentar