Kisah Wafatnya Rosullullah Saw

ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280


KISAH WAFATNYA ROSULLULLAH SAW

Kematian yaitu sesuatu yyang tiba secar niscaya dan tidak ada satupun insan didunia ini yang sanggup menghindarinya menyerupai yang dijelaskan Tuhan dalam firmannya yang artinya: “Tiap-tiap yang bernyawa niscaya akan merasakan mati” (QS. Ali’mran:185)

Usia insan memang telah ditentukan oleh Tuhan SWT, tidak ada satu manusiapun yang luput dari kematian, namun ada insan yang ditakdiran Tuhan berumur panjang dan sebaliknya ada insan yang ditakdirkan Tuhan berumur pendek, proses kematian juga berbeda-beda alasannya yaitu bekerjsama Tuhan SWT lah yang maha mengetahui apa yang ditakdirkan bagi para hambanya.

Lalu bagaimana proses kematian yang dialamai Rosullullah SAW? Adakah Tuhan membebaskan rasa sakit atas kematiannya mengungat dia yaitu seorang rosul.



Kisah wafatnya Rosullullah SAW akan kami paparkan sebagai berikut, naruri, fungsi fisik dan kebutuhan Rosullullah SAW sama menyerupai kebutuhan kita namun bukan dari sifat-sifat dan keagungnnya kerana rosullullah SAW menerima bimbingan eksklusif dari Tuhan SWT serta kududukan yang istimewa disisi Tuhan SWT menyerupai dalam firman-Nya yang artinya: “Dan bekerjsama engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur” (QS.Al Kalam:4)

Ketaatan Rosullullah dalam menjalankan perintah Tuhan SWT telah menjadikannya menjdi insan pilihan Tuhan yang diberikan keistimewaan dibandingkan dengan insan yang lain. Namun meskipun Rosullullah merupakan insan yang dipilih Tuhan dia niscaya meraakan kematian.

Kisah Wafatnya Rosullullah SAW sendiri dijelaskan tiga bulan sebelum Rosullullah SAW menunaikan haji wada atau haji terahir yang dilakukan dia sebelum wafat. Diceritakan bahwa Rosullullah SAW menderita sakit yang cukup serius, dia pertamakali mengeluhkan sakitnya dirumah Ummul Mu’minin Maimunah ra. Dikisahkan pula bahwa Rosullullah SAW merasakan sakit sejak tahun ketujuh paska pperang khoibar sehabis dia merasakan sepotong daging panggang yang telah dibubuhi racun yang disuguhkan oleh orang yahudi berjulukan Salam bin maskam Alyahudiyah walaupun dia memuntahkanya dan tidak hingga meminta izin kepada istri-istrinya biar sanggup diperbolehkan untuk dirawat dirumah istrinya Aisah, Aisah selalu mengucapkan surat Al falaq dan Annas sambil mengusapkan tangan kebadan beliau.

Sakit yang diderita Rosullullah SAW semakin bertambah berat  sehingga dia tidak sanggup keluar untuk solat bersama para sahabat. Aisah ra membujuh Rosullullah SAW untuk menjunjuk seseorang sebagai pengganti imam solat, lantas Rosullullah SAW bersabda yang artinya: “Suruhlah Abu Bakar biar mengimami manusia” Aisah berusaha membujuk Rosullullah SAW menunjuk orang lain saja alasannya yaitu khawatir orang-orang akan berprasangka yang tidak-tidak kepada ayahnya(Abu bakar). Aisah berkata : “Sesungguhnya Abu Bakar itu seorang pria yang fisiknya lemah, suaranya pelan, gampang menangis ketika membaca Al-qur’an.” (HR. Siirah ibni hisyam dan Al bidayaah wan Nihayah oleh Ibnu Katsir, sahih) Namun Rosullullah SAW tetap bersi keras dengan perintahnya, biar Abu Bakar menjadi imam solat, ahirnya Abu Bakar pun mendapatkan perintah itu. 

Pada suatu hari Rosullullah SAW keluar dengan dipapah oleh Ibnu Abbas dan Ali ra untuk solat bersama para sobat dan kemudian dia berkhutah, bliau memuji-muji serta menjelaskan keutamaan Abu Bakar ra. Dalam khutbahnya tersebut Abu Bakar isuruh melimilih antara dunia dan ahirat namun dia menentukan ahirat, khutbah yang disampaikan oleh dia tersebut yaitu lima hari sebelum wafattnya beliau. Beliau berkata didalamnya: “Sesungguhnya ada seorang hamba yang ditawari dunia dan perhiasannya, namun jutru ia menentukan ahirat.” Abu Bakar paham bahwa yang dimaksud yaitu dirinya, dirinyapun menangis. Melihat hal tersebut orang-orang merasa heran alasannya yaitu dia tidak paham apa yang dirasakan Abu Bakar.

Suatu ketika pada dikala solat subuh, Rosullullah SAW membuka tabir kamar dan menengok kearak keluar kemudian dia memandang para sobat yang berada pada shap-shap solat, Rosullullah SAW pun tersenyum dan tertawa kecil seolah-olah sedang berpamitan kepada para sahabatnya, para sobat sangat bangga dengan keluarnya dia dari kamar Aisah. Abu Bakarpun mundur alasannya yaitu dia menduga bahwa Rosullullah SAW akan solat bersama mereka namun dia menawarkan isarat dengan tangannya biar menuntaskan solatnya, kemudian dia masuk kedalam kamar sambil menutup tabir.

Milihat tersebut, Fatimah anak Rosullullah SAW masuk menemui dia dan berkata: “Alangkah berat oenderitaan ayah, Rosullullah SAW pun menjawab: “Setelah hari ini tidak akan ada lagi penderitaan.” 

Rosullullah yang merasakan sakitnya semakin bertambah hingga tak sanggup lagi berbicara, ahirnya memanggil para sobat dengan isarat. Lalu menyerupai apa deti-detik wafatnya Rosullullah SAW?
”Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kusempurnakan nikmatKu kepadamu serta telah Kuridhai Islam sebagai agamamu” (Al-Maa’idah : 3)

Mendengar ayat ini menangislah Umar ra. Nabi SAW bertanya : ”Apakah yang membuatmu menangis?” Umar ra menjawab : ”Yang membuatku menangis yaitu jikalau kita selama ini selalu bertambah-tambah dalam agama kita. Tetapi jikalau kini agama itu telah sempurna, maka sesuatu yang sudah tepat tidak bisa lain kecuali dia akan berkurang” Nabi bersabda : ”Benar engkau!” (Abus Su’ud)

Telah diriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan sehabis Ashar hari Jum’at di Arafah pada Haji Wada’. Waktu itu Nabi Muhammad SAW sedang mengerjakan wukuf di Arafah diatas unta, dan sehabis ayat ini tidak lagi turun ayat wacana kewajiban. Ketika turun ayat ini Nabi Muhammad SAW merasa tidak berpengaruh menanggung arti dari ayat tersebut. Beliau bertelekan (bersandar) pada untanya dan unta pun tertunduk.

Turunlah Malaikat Jibril dan berkata :”Ya Muhammad, benar-benar telah tepat hari ini perihal agamamu dan telah selesai apa yang telah diperintahkan Tuhanmu kepadamu, dan apa yang dilarangNya padamu. Kumpulkan sahabat-sahabatmu dan kabarkan pada mereka bahwa saya tidakakan lagi turun kepadamu sehabis hari ini.”
Lalu kembalilah Rasulullah dari Mekah ke Madinah. Dikumpulkannya sahabat-sahabatnya dan dibacakannya ayat tersebut kepada mereka serta menceritakan kepada mereka wacana apa yang dikatakan oleh Jibril AS.

Mendengar isu tersebut bergembiralah para sobat dan mereka berkata :“Telah tepat Agama kita” Kecuali Abu bakar ra. Dia sangat bersedih dan kembali kerumahnya. Dia mengunci pintu dan karam dalam tangisnya siang malam. Para sobat mendengar keadaan Abu Bakar itu, mereka berkumpul dan mendatangi rumah Abu Bakar ra.

Mereka bertanya : ”Hai Abu Bakar, mengapa engkau menangis pada dikala kita harus bergembira dan senang? Karena Tuhan SWT telah menyempurnakan Agama kita.” Abu Bakar berkata : ”Hai para Sahabat, kau semua tidak mengetahui tragedi yang akan menimpamu. Bukankah kau mendengar bahwa suatu masalah apabila telah tepat maka akan muncul kekurangannya? Ayat ini mengabarkan wacana perpisahan kita, wacana keyatiman Hasan dan Husain dan wacana Istri-istri Nabi Muhammad SAW yang akan menjadi janda.”

Maka terjadilah teriakan diantara para sahabat, mereka semua menangis, dan Sahabat-sahabat lain yang tidak ikut hadir dirumah Abu Bakar mendengar tangisan dari kamar Abu Bakar, kemudian mereka tiba kepada Nabi Muhammad SAW, dan mereka berkata :”Ya Rasulullah, kami tidak tahu bagaimana keadaan para sobat itu, hanya saja kami mendengar tangisan dan teriakan mereka.”

Maka berubahlah wajah Nabi Muhammad SAW dan bangkit segera menuju rumah Abu Bakar dan bertemu para sahabat. Beliau melihat mereka dalam keadaan tersebut diatas, Kemudian bersabda : ”Apakah yang menciptakan kau menangis?” Berkatalah Ali ra.: ”Tadi Abu Bakar berkata, Aku telah mencium bau wafat Rasulullah SAW dari ayat ini. Apakah benar ayat ini sanggup diambil sebagai petunjuk atas wafatmu?”. Nabi Muhammad SAW bersabda : ”Benar Abu Bakar dalam ucapannya itu. Memang benar telah bersahabat keberangkatanku dari hadapanmu dan telah tiba dikala perpisahanku dengan kau semua.” Setelah Abu Bakar ra. mendengar sabda Rasulullah itu berteriaklah dia sekeras-kerasnya dan jatuh tak sadarkan diri.

Ali ra. bergetar tubuhnya dan para sobat lain menjadi ribut, mereka ketakutan semuanya dan menangis sejadi-jadinya, hingga gunung-gunung dan batu-batu ikut menangis bersama mereka, demikian pula para Malaikat. Ulat-ulat dan binatang-binatang darat maupun di laut, semuanya ikut menangis.

Kemudian Nabi Muhammad SAW berjabatan dengan para setiap orang dari para sahabat, berpamitan dan menangis serta memberi wasiat kepada mereka. Kemudian Beliau hidup sehabis turunnya ayat tersebut dalam delapan puluh satu hari.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Bahwa sehabis bersahabat wafat Nabi Muhammad SAW, Beliau memerintahkan Bilal untuk menyerukan shalat kepada manusia. Bilal kemudian menyerukan Adzan dan berkumpullah para Sahabat Muhajirin dan Anshar ke Masjid Rasulullah SAW. Beliau mengerjakan shalat dua rakaat ringan bersama para sahabat. Kemudian naik mimbar,
memuji dan menyebut keagungan Tuhan SWT. Beliau berkhutbah dengan sebuah khutbah yang dalam, hati menjadi takut karenanya, dan air mata bercucuran karenanya.

Kemudian Beliau bersabda :
”Wahai sekalian muslimin, bekerjsama saya yaitu seorang Nabi kepada kamu, pemberi pesan yang tersirat dan berda’wah kepada Tuhan SWT dengan seijinNya. Dan saya berlaku kepadamu sebagai seorang saudara yang menyayangi dan ekaligus sebagai ayah yang belas kasih. Barang siapa diantara kau yang memiliki suatu penganiayaan pada diriku, maka hendaklah dia bangkit dan membalas kepadaku sebelum tiba balas membalas di hari kiamat.”

Tidak ada seorangpun yang bangkit menghadapnya, sehingga Beliau bersabda demikian kedua kali dan ketiga kalinya. Barulah bangkit seorang pria berjulukan Akasyah bin Muhshin. Berdirilah dia didepan Nabi Muhammad SAW dan berkata : “Demi Ayah dan Ibuku sebagai tebusanmu Ya Rasulullah, seandainya engkau tidak mengumumkan kepada kami berkali-kali, tentu saya tidak akan mengajukan sesuatu mengenai itu. Sungguh saya pernah bersamamu di Perang Badar. Saat itu untaku mendahului untamu. Maka turunlan saya dari unta dan mendekatimu biar saya sanggup mencium pahamu. Tetapi engkau kemudian mengangkat tongkat yang biasa engkau pergunakan untuk memukul unta biar cepat jalannya dan engkau pukul lambungku. Aku tidak tahu apakah itu atas kesengajaan dirimu atau engkau maksudkan untuk memukul untamu ya Rasulullah?”.

Rasulullah bersabda: ”Mohon derma kepada Tuhan hai Akasyah, jikalau Rasulullah sengaja memukulmu." Bersabda lagi Beliau kepada Bilal: ”Hai Bilal, berangkatlah ke rumah Fathimah dan ambilkan tongkatku.”

Maka keluarlah Bilal dari Masjid sedang tangannya diatas kepalanya: ”Ini yaitu Rasulullah, kini Beliau menawarkan dirinya untuk diqishash.”

Dia mengetuk pintu Fathimah, dan bertanyalah Fathimah: ”Siapa yang ada di depan pintu?” Bilal menjawab: ”Aku tiba untuk mengambil tongkat Rasulullah” Fathimah bertanya : ”Hai Bilal, apa yang akan diperbuat Ayah dengan tongkat itu?” Bilal menjawab: ”Hai Fathimah, Ayahmu menawarkan dirinya untuk di qhisash." Fathimah bertanya lagi: ”Hai Bilal, siapakah yang hingga hatinya mau membalas pada Rasulullah?”

Lalu Bilal mengambil tongkat itu dan masuklah dia ke Masjid serta menawarkan tongkat itu kepada Rasulullah, sedang Rasul kemudian menyerahkannya kepada Akasyah.

Ketika Abu Bakar dan Umar ra. memandangnya, maka berdirilah mereka berdua dan berkata : ”Hai Akasyah, saya masih berada didepanmu, maka balaslah kami dan janganlah engkau membalas kepada Nabi Muhammad SAW.” Bersabdalah Rasulullah SAW: ”Duduklah engkau berdua, Tuhan telah mengetahui kedudukanmu.”

Berdiri pula Ali ra. dan berkatalah dia: ”Hai Akasyah, saya masih hidup didepan Nabi Muhammad SAW. Tidak akan saya hingga hati jikalau engkau membalas Rasulullah SAW. Ini punggungku dan perutku, balaslah saya dengan tanganmu dan deralah saya dengan tanganmu.”
Nabi Muhammad SAW bersabda : ”Hai Ali, Tuhan telah mengetahui kedudukan dan niatmu.”

Berdiri pula Hasan dan Husain, dan mereka berkata : ”Hai Akasyah, bukankan engkau mengenal kami berdua. Kami yaitu dua orang cucu Rasulullah. Membalas kepada kami yaitu sama menyerupai membalas kepada Rasulullah.” Nabi Muhammad SAW bersabda : ”Duduklah engkau berdua wahai kegembiraan mataku.” Kemudian Nabi Muhammad SAW bersabda: ”Hai Akasyah, pukullah jikalau engkau mau memukul.”

Akasyah berkata: ”Ya Rasulullah, engkau memukulku dahulu dalam keadaan saya tidak terhalang pakaianku.”

Lalu Rasulullah menyingkapkan pakaiaannya, dan berteriaklah orang-orang Islam yang hadir seraya menangis.

Ketika melihat putihnya jasad Rasulullah, Akasyah menubruknya dan mencium punggungnya.
Berkatalah dia:

”Nyawaku sebagai tebusanmu ya Rasulullah, siapakah yang akan hingga hati untuk membalasmu ya Rasulullah. Aku melakukannya hanya mengharapkan biar tubuhku sanggup menyentuh jasadmu yang mulia, dan Tuhan akan memelihara saya berkat kehormatanmu dari neraka.” Bersabdalah Nabi Muhammad SAW: ”Ingat, barang siapa yang ingin melihat penghuni nirwana maka hendaklah dia melihat orang ini.”

Semua orang Islam yang hadir berdiri, dan mencium antara kedua mata Akasyah seraya berkata : ”Beruntung sekali engkau, engkau berhasil mendapatkan derajat yang tinggi dan berkawan dengan Nabi Muhammad SAW di surga.” Ya Allah, mudahkanlah kepada kami untuk mendapatkan syafa’atnya, berkat keagungan dan kemegahanMu (Dari Mau’idhatul Hasanah)

Ibnu Mas’ud berkata: ”Ketika bersahabat wafat Nabi Muhammad SAW berkumpullah kami di rumah Ibu kita Aisyah. Kemudian Beliau memandang kami dan bercucuranlah air matanya.

Beliau bersabda: ”Marhaban bikum rahimakumullah” (selamat tiba kau semua, mudah-mudahan Tuhan memberi rahmat kepada kamu) saya berwasiat kepada kau biar takwa kepada Tuhan dan taat kepadaNya. Telah bersahabat perpisahan dan telah tiba kembali kepada Tuhan dan ke nirwana Al-Ma’waa. Hendaklah nanti Ali yang memandikan aku, Al-Fadhal bin Abbas yang menuangkan air dan Usamah bin Zaid yang membantu keduanya. Kafanilah saya dengan pakaianku sendiri jikalau kau mau, atau dengan pakaian buatan Yaman yang putih. Jika kau sudah memandikan saya letakkanlah saya di daerah tidurku didalam kamarku ini di tepi liang lahadku. Kemudian keluarlah meninggalkan saya sesaat. Karena pertama-tama yang menshalatkan saya yaitu Tuhan Azza wa Jalla, kemudian Jibril, kemudian Israfil, kemudian Mika’il, kemudian Malaikat Maut beserta anak buahnya, kemudian semua Malaikat yang lain. Setelah ini barulah kau masuk sekelompok demi sekelompok dan shalatkanlah aku.”
Setelah mereka mendengar kata perpisahan Nabi Muhammad SAW ini mereka berteriak seraya menangis.

Mereka berkata: ”Ya Rasulullah, engkau yaitu Rasul kami dan kepala kumpulan kami. Serta penguasa masalah kami. Jika engkau harus pergi, kemudian kepada siapakah nanti kami akan kembali dalam menghadapi kesulitan?”

Nabi Muhammad SAW bersabda : ”Aku tinggalkan kau pada jalan kebenaran dan jalan
yang bersinar dan saya tinggalkan untuk kau dua penasehat: Yang berbicara dan yang diam. Yang berbicara yaitu Al-Qur’an, sedang yang membisu yaitu kematian. Apabila ada sebuah kesulitan pada kau maka kembalilah kepada Al-Qur’an dan Sunnah, dan apabila hatimu keras membantu lembutkanlah dia dengan mengambil pelajaran dengan hal ihwal
kematian.”
Detik-detik Rasulullah saw menjelang sakaratul maut.

Ada sebuah kisah wacana totalitas cinta yang dicontohkan Tuhan lewat kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan bunyi terbata menawarkan petuah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Tuhan dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Ku wariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa menyayangi sunnahku, berarti menyayangi saya dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bahu-membahu masuk nirwana bersama aku."

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sobat kala itu.

Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung dikala turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sobat yang hadir di sana niscaya akan menahan detik-detik berlalu, jikalau bisa.

Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi ganjal tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.

"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan tubuh dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah saya ayah, tampaknya ia gres sekali ini saya melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bab wajahnya seolah hendak dikenang.

"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat maut tiba menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Tuhan dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah? " tanya Rasululllah dengan bunyi yang amat lemah.

"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua nirwana terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tak menciptakan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak bahagia mendengar kabar ini? " tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, saya pernah mendengar Tuhan berfirman kepadaku: 'Kuharamkan nirwana bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melaksanakan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu Jibril?"

Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang tega, melihat kekasih Tuhan direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, alasannya yaitu sakit yang tak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku". Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu." Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sobat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan diwajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

"Ummatii, ummatii, ummatiii" - "Umatku, umatku, umatku" Dan, pupuslah kembang hidup insan mulia itu. Kini, mampukah kita mencinta sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wasalim 'alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. Kirimkan kepada sahabat-2 muslim lainnya biar timbul kesadaran untuk menyayangi Tuhan dan RasulNya, menyerupai Tuhan dan RasulNya mencinta kita. Karena bekerjsama selain daripada itu hanyalah fana belaka.


Sumber http://satuilmusejutaumat.blogspot.com/
ADSENSE 336 x 280 dan ADSENSE Link Ads 200 x 90

0 Response to "Kisah Wafatnya Rosullullah Saw"

Posting Komentar